Terpaksa (Bagian 2)

 

Ya. Perjalanan saya menjadi penanggung jawab atau bisa dibilang sebagai kepala desain grafis dari e-magazine ini dimulai dari rapat redaksi pertama kali yang diadakan oleh pimred atau pimpinan redaksi yang berasal dari angkatan saya juga. Disitu, saya masih gabisa mikir, ini harus gimana? Saya aja alergi photoshop, saya merasa saya gapunya selera seni yang bagus. Sedangkan ketika kita mendesain sesuatu, kan harus punya rasa atau ‘taste’ yang bagus, dan keren gitu. Nah ini, bersentuhan langsung sama photoshop aja gapernah bahkan gamau karena menghindari, ini malah disuruh jadi penanggung jawab desain grafis.

Pada saat rapat redaksi pertama kali, yang saya pikirkan cuma, siapa yang bisa ngajarin saya buat tau paling gak gimana cara menggunakan photoshop, atau indesign, karena ya itu, saya gatau apa-apa.

Akhirnya dari rapat redaksi yang diadakan oleh angkatan saya yang jumlahnya ga seberapa itu, diputuskan lah siapa yang akan menjadi partner saya untuk bisa mendesain nantinya. Total ada 3 orang yang ditunjuk untuk menjadi partner saya, yang juga adalah junior saya. Tapi hebatnya, dia sudah menguasai dunia per desainan terlebih dahulu dari saya. Karena saat itu saya menjadi penanggung jawab dari desain grafis, saya juga harus bisa mendesain, bukan karena malu gabisa, tapi bagaimana saya bisa bertanggung jawab, kalau saya sendiri gak kenal sama apa yang saya kerjakan, sama jenis pekerjaan saya.

Setelah itu, saya meminta junior saya yang kebetulan sudah pinter duluan dalam bidang desain untuk ngajarin saya, gimana caranya saya bisa ngedesain. Gimana caranya biar saya bisa menggunakan photoshop. Maklum, pemula yang telat pikir saya.

Fortunately, partner saya itu mau mengajari saya yang belum bisa apa-apa ini untuk belajar mengoperasikan photoshop. Dengan sabar dia mengajarkan saya. Dengan sabar dia memberitahu saya, fungsi dari setiap tools yang ada di photoshop.

Ah, sungguh baik dia. Sangat baik. Mau membagikan ilmunya untuk saya yang miskin ilmu, yang gatau apa-apa. Hiks…

Terima kasih Mutiara Savitri! Partner yang sabar ngajarin orang bodoh kaya saya untuk melampaui batas yang ada di pikiran saya.

Saat itu, saya belajar dari dia, sembari menjalankan desain dari e-magazine yang akan terbit. Perlahan tapi pasti, sedikit demi sedikit, saya mulai bisa menguasai tools yang ada di photoshop, meski cuma bikin kotak, tulisan, dan, memberi warna doang. Tapi itu sudah kemajuan besar untuk saya yang punya pikiran kalo saya seumur hidup gak akan bisa melakukan itu, karena saya emang sama sekali ngerasa gapunya darah seni yang mengalir di tubuh.

Singkat cerita, saya menjadi penanggung jawab desain grafis dari majalh itu selama 1 tahun. Yang berarti, penerbitan majalah online sudah 3x, karena memang terbitnya setiap 3 bulan sekali.

Nah, itu semua sebuah pembuktian untuk saya, pembuktian pertama kali, saya akhirnya bisa melampaui batas pikiran saya, yang sudah lama tertanam, kalau saya gak akan pernah bisa menggunakan photoshop untuk mendesain sesuatu. Walaupun cover dan redaksi itu, yang desain masih mutiara sih, tapi ada beberapa halaman di artikel itu, yang saya desain sendiri, gak bagus, tapi saya bangga karena saya bisa menggunakan photoshop.

Sampai hari ini, saya masih menggunakan photoshop sebagai main software untuk saya mendesain sesuatu. Entah logo, spanduk, pamflet, atau bahkan cv saya sendiri.

Saya saat ini, sedang mencoba melampaui batas pikiran saya, untuk mencoba adobe after effect yang sebelumnya saya berpikir saya gak akan bisa. Tapi, mengejutkan, saya ternyata bisa, walaupun cuma sedikit banget, dan itu juga cuma ikutin tutorial dari youtube. Tapi, saya yakin saya bisa.

 

Leave a comment

Website Powered by WordPress.com.

Up ↑